Rabu, 08 Mei 2013

Renungan Pagi, Rabu 8 Mei 2013


“Dan ketika Anak Domba itu membuka meterai yang kelima, aku melihat di bawah mezbah JIWA-JIWA MEREKA YANG TELAH DIBUNUH OLEH KAERNA FIRMAN ALLAH DAN OLEH KARENA KESAKSIAN YANG MEREKA MILIKI” (Wahyu 6:9).

Bahasa pengorbanan dalam ayat ini mengesankan bahwa pekabaran Injil ke seluruh dunia oleh umat Kristen belum dilakukan seluruhnya (Mat. 24:14).  Tidak akan terjadi , sampai umat Allah secara radikal berani mati demi mereka yang belum pernah mendengarkan kabar Injil ini sebelumnya.  Di masa yang lalu banyak ladang misi yang dibuka setelah banyak orang Kristen yang mati martir.  “Ladang yang sulit” pada saat ini, seperti Islam dan Hindunisme, mungkin akan memerlukan pengorbanan yang sama.

John Fischer berkata:  “Todongkan senjata ke masing-masing 60 juta oang, yang menurut data George Gallup adalah orang-orang yang lahir kembali dalam Kekristenan.  Katakan pada mereka untuk menyangkal Kristus atau kepala mereka akan meledak.  Setelah itu hitung kembali.  Saya rasa George, seperti Gideon, akan menemukan bahwa pasukannya berkurang.  Sebenarnya, untuk masa kini, tidak perlu terlalu keras.  Ketika iman itu murahan, akan mudah sekali untuk menggadaikannya.”

Di akhir abad kesembilan belas, Hudson Taylor menegaskan bahwa dia membutuhkan “laki-laki dan perempuan…yang rela menempatkan Yesus, sepanjang waktu bahkan hidup mereka sendiri pun dianggap nomor dua.”  Komitmen luar biasa seperti ini akan terbukti pada akhirnya.  Pemberontakan Boxer di tahun 1900, adalah balasan kepada kekurangpekaan banyak orang Barat di Cina, yang akhirnya membunuh 188 misionaris Protestan dan 30.000 orang Kristen Cina.  Akan tetapi hal itu diikuti oleh pertumbuhan gereja yang berlipat kali ganda dalam sepuluh tahun kemudian.

Pada tahun 1986, di Jalan Flatbush di Brooklyn, seorang pendeta mendesak seorang pria untuk menerima Yesus, sebagai satu-satunya cara untuk berdamai dengan Allah.  Pria ini menjadi marah dan berkata akan membunuh pendeta itu.  Bagaimana seseorang akan menanggapi situasi seperti itu tergantung kepada bagaimana cara orang itu mengambil keputusan selama hidupnya.  Kebanyakan kita mungkin tidak pernah mengalami satu masa di mana hidup kita menjadi taruhan atas iman kita.  Tetapi apabila kita terbukti setia dalam perkara-perkara kecil yang kita hadapi setiap hari, kita akan terlatih menghadapi pencobaan besar yang nanti pasti datang.

Dalam insiden di Jalan Flatbush, pria bersenjata ini akhirnya kembali pada malam berikutnya mencari sang pendeta untuk meminta maaf.  Iman para martir selalu membuahkan hasil, baik ketika seorang mati karena Injil ataupun tidak.

Tuhan, aku ingin hidup lebih lama.  Tetapi aku berdoa, kalaupun aku hidup lebih lama atau tidak, biarlah kiranya aku selalu setia kepada-Mu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar