Senin, 27 Mei 2013

Renungan Pagi, Senin 27 Mei 2013

“Maka kataku kepadanya : “Tuanku, tuan mengetahuinya. ‘Lalu ia berkata kepadaku : ‘Mereka ini adalah orang-orang yang keluar dari KESUSAHAN YANG BESAR, dan mereka telah mencuci jubah merekadan membuatnya putih di dalam darah Anak Domba’” (Wahyu 7:14).

Satu malam sebuah kelompok wanita berdiskusi dan menemukan sebuah ayat dalam Maleakhi 3:3 yang menyatakan bahwa Allah “akan duduk seperti orang yang memurnikan dan mentahirkan perak.” Setelah diskusi, salah seorang wanita berjanji mencari tahu lebih dalam tentang proses pemurnian perak pada minggu itu.  Wanita itu pergi ke sentra kerajinan perak. Di sana dia melihat pengrajin perak meletakkan perak di bagian yang paling panas di tungku api. Dia kemudian bertanya mengapa dia melakukan hal itu.  “Saya harus membiarkan perak ini berada di api yang paling panas, agar api dapat membuang segala ketidakmurnian, “jelas pengrajin.  “Makin panas apinya, semakin murni perak diperoleh.”

Wanita itu memperhatikan sang pengrajin dengan hati-hati meletakkan perak itu di tempat yang sama untuk waktu yang lama, dan tidak melepaskan pandangannya dari perak itu.  Wanita ini masih penasaran. “Bagaimanakah anda tahu kapan perak itu siap keluar dari api?” “Oh, itu mudah sekali,” pengrajin perak itu berkata. “Kalau saya sudah bisa melihat bayangan saya di perak itu, tandanya perak itu sudah siap keluar dari api.”

Arti mendasar kata “kesengsaraan” adalah “tekanan” atau “keadaan susah”  Kita dapat mengerti “kesengsaraan besar” karena kebanyakan kita pasti pernah mengalami hal-hal yang membuat kita stres, trauma dan tertekan.  Ketika kita melalui saat-saat seperti itu, sulit rasanya berharap bahwa ada hal-hal akan dihasilkan dari kesusahan itu.  Hanya dalam waktu kita dapat sering melihat tangan Allah yang memurnikan dan menghaluskan tabiat, menjangkau ke dalam hidup kita, lalu menggunakan rasa sakit dari pengalaman susah itu untuk menyucikan dan membawa kita kepada tingkatan kegunaan lebih tinggi yang tak akan mungkin terjadi dengan cara yang lain.

Setiap kali saya merasa tak tahan lagi menghadapi penderitaan, saya selalu menghibur diri dalam kenyataan bahwa “Pemurni” saya sedang memegang saya dengan sangat hati-hati.  Tak peduli seperti apa rasanya, saya boleh yakin bahwa Dia tidak akan pernah meninggalkan saya sendirian, bahkan tidak sedetik pun.  Dan saya bisa bersukacita di dalam kenyataan bahwa jika penderitaan itu berlangsung lebih lama daripada yang saya pandang perlu, itu dikarenakan Dia punya tujuan bagi saya.  Saat saya siap untuk dikeluarkan dari “api,” Dia akan dapat melihat cerminan Diri-Nya di dalam saya ! Saya tidak peduli seberapa sulit keadaan, tidak ada yang lebih menggairahkan selain berpikir bahwa setelah semuanya selesai nanti, saya akan menjadi semakin serupa dengan Yesus!

Tuhan, lakukan apapun juga yang terbaik untuk mempersiapkan jalan bagi pertumbuhan serta kegunaanku di masa datang bagi-Mu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar