Sabtu, 13 Juli 2013

Renungan Pagi, Sabat 13 Juli 2013

Dan jikalau ada orang yang hendak menyakiti mereka, KELUARLAH API DARI MULUT MEREKA menghanguskan semua musuh mereka. Dan jikalau ada orang yang hendak menyakiti mereka, maka orang itu harus mati secara itu. Mereka mempunyai KUASA UNTUK MENUTUP LANGIT, supaya jangan turun hujan selama mereka bernubuat; dan mereka mempunyai KUASA ATAS SEGAL AIR UNTUK MENGUBAHNYA MENJADI DARAH, dan untuk memukul bumi dengan segala jenis malapetaka, setiap kali mereka menghendakinya” (Wahyu 11:5,6).
         
Pada hari Pentakosta, Allah memperlengkapi gereja-Nya dengan karunia-karunia bernubuat (Kis.2:17,180. Para rasul mempraktikkan karunia-karunia itu sejalan dengan tanda-tanda ajaib yang mengesankan (Kis. 2:43; 5:12-16; 6:8; 14:3). Perstiwa-peristiwa seperti itu berfungsi sebagai alat untuk menarik perhatian Injil (Kis. 3:6-12; 8:6,7; 9:34,35; 19:10-20). Dan diberbagai bagian dunia, tanda-tanda keajaiban ini menolong penyebaran Injil.

Di lain pihak, di gereja di Barat saat ini, jarang sekali terjadi mukjizat. Dan keajaiban-keajaiban yang terjadi cendrung diremehkan, rasanya tidak layak dicatat dalam Alkitab. Sebagian orang menafsirkan ulang Alkitab untuk mengatakan bahwa Allah menghentikan “arus’ mukjizat setelah Alkitab dirampungkan. Namun ayat ini, dan ayat-ayat lainnya (Ef.4:11-13) agaknya berasumsi bahwa karunia-karunia supra alami akan terus berlanjut hingga zaman akhir. Sejarah dan pengalaman universal menyatakan bahwa Allah masih aktif berperan di mana pun untuk mengadakan perbedaan yang positif.

Satu alasan yang masuk akal  untuk menjelaskan hampir tidak adanya mukjizat di dunia Barat adalah sekularisasi. Sifat skeptik pemikiran ala Barat meniadakan peran mukjizat dan usaha menunjukkan bahwa mukjizat adalah hasil penipuan atau khayalan yang muluk. Seandainya seorang nabi bangkit di gereja  di Barat saat ini, kebanyakan orang mungkin akan menolak dia atau pekabarannya. Oleh karena itu, gereja di Barat memiliki banyak persamaan dengan kota-kota di mana Kekristenan dikompromikan, seperti halnya Laodikia, Tiatira, dan Sardis, yang merasa nyaman dengan kondisi mereka di dunia ini. Yesus tidak mengadakan banyak mukjizat di Nazaret karena mereka tidak menganggap serius diri-Nya (Mat.13:57.58)

Penjelasan lain, kurangnya mukjizat di dunia dewasa ini adalah keberdaulatan Tuhan. Dalam  Alkitab, mukjizat cendrung sering terjadi karena inisiatif Tuhan, terutama berkenaan dengan penyebaran Injil di area-area baru. Mukjizat lebih sering terjadi saat orang-orang percaya yang berani mengambil resiko dibandingkan dengan jika mereka keenakan dengan nyamannya kondisi mereka saat ini. Hanya saat gereja siap untuk menantang masyarakat barulah kita akan menyaksikan kuasa Allah dinyatakan sepenuhnya.

Tuhan, aku tidak berniat mendahului rencana-Mu bagi dunia ini. Aku memutuskan untuk mengikuti tuntunan-Mu ke mana pun itu membawaku.

Jumat, 12 Juli 2013

Renungan Pagi, Jumat 12 Juli 2013

Dan aku akan memberi tugas kepada DUA SAKSIKU, SUPAYA MEREKA BERNUBUAT SAMBIL BERKABUNG, SERIBU DUA RATUS ENAM PULUH HARINYA LAMANYA. Mereka adalah kedua pohon zaitun dan kedua kaki dian yang berdiri di hadapan Tuhan semesta alam” ( Wahyu 11:3,4 )

Identitas kedua saksi adalah isu paling hangat di dalam Kitab Wahyu. Tetapi, siapun mereka, satu hal sudah jelas. Mereka mewakili pekabaran Injil, pekabaran yang Allah rencanakan agar tersebar di seluruh dunia sebelum tiba kesudahannya (Mat. 24:14; Why 11:11, 12; 14:6,7). Yohanes menggambarkan kedua saksi Allah berdiri sendiri, menentang pelanggaran-pelanggaran di zaman mereka dan mewakili Allah menghadapi perlawanan besar.

Kita pun kadang mendapati diri kita berdiri sendirian bagi Allah. Saat-saat seperti itu tidaklah menyenangkan. Kebanyakan kita lebih memilih untuk menjadi bagian dari orang banyak yang berpandangan sama dan hidup sebagaimana kita hidup. Namun pada masa-masa sukar, agaknya tidak demikian halnya. Kabar baiknya adalah, saat kita melakukan pemuridan bagi Yesus, pengaruh kita akan makin berlipat ganda dan menolong orang-orang lain agar menerima Dia dengan mengabaikan kesukaran yang mungkin dihadapi saat kita mengikut Kristus di dunia ini.

Di tahun 1870 seorang Hindia Chuchra bernama Charles Ditt masuk Kristen. Kelompok Chuchra, sebuah subkelompok di kalangan mereka yang “tak tersentuh’ di India, adalah bagian kasta paling rendah di kalangan orang-orang Hindu. Charles Ditt menambahkan pada kasta rendahnya, stigma sosial Kekristenan. Banyak rakyat India menganggap mereka yang masuk Kristen sebagai penghianat bangsa. Ditt menghadapi banyak penganiayaan saat menggabarkan Yesus dari desa ke desa. Namun, dalam kurun waktu 11 tahun, lebih dari 500 kaum Chuchra masuk Kristen sebagai buah pelayanannya. Pada tahun 1900, lebih dari setengah kastanya telah masuk Kristen, dan tahun 1915 semuanya, kecuali segelintir anggota kasta itu, telah menyatakan iman Kristen mereka. Tentunya Ditt tidak sendirian dalam hubungannya dengan Kristus.

Di dunia saat ini, Allah memanggil kita semua menjadi saksi bagi Yesus kristus. Tiga dari empat orang di dunia ini tidak meyakini Kristus sebagai Juruselamat pribadi mereka, dan setengah penduduk di dunia ini masih belum mendengar tentang Dia. Walaupun secara perorangan hanya sedikit yang bisa kita lakukan, kita bisa menjangkau satu atau dua orang terdekat dengan kita. Sebagaimana Charles Ditt seorang bertalenta yang di pakai Tuhan untuk menjangkau banyak orang bagi Kristus. Pekerjaan Allah akan rampung di bawah pengawasan-Nya dan menurut waktu-Nya. Peran kita secara pribadi adalah merasakan tuntunan-Nya dan panggilan-Nya setiap hari.

Tuhan, pimpin aku kepada seseorang yang membutuhkan Engkau, atau pimpin mereka kepadaku hari ini. Tolong aku agar cepat mengenali orang tersebut saat dia muncul.


Kamis, 11 Juli 2013

Renungan Pagi, Kamis 11 Juli 2013

Dan mereka akan menginjak-injak Kota Suci EMPAT PULUH DUA BULAN LAMANYA’dan Aku akan member  tugas kepada dua saksi-Ku, supaya mereka bernubuat sambil berkabung, SERIBU DUA RATUS ENAM PULUH LAMANYA “ (Wahyu 11: 2,3).

Teroris Australia pertama yang dijatuhi  hukuman adalah seorang pria bernama Jack Roche. Didakwa merencanakan membom  kedutaan Israel di Canberra  pada tahun 2000, dia dilaporkan memililki hubungan dengan  Al-Qaeda dan Jemaah Islamiyah (kelompok teroris di Indoneisia). Sidang pengadilannya dimuat di halaman depan  media di seluruh Australia. Pengadilan Perth menjatuhinya hukumannya Sembilan tahun penjara.

Hal yang tidak biasa dengan kasus ini adalah bahwa Jack Roche tidak melaksanakan rencana pemboman itu. Pengadilan memberkan sekilas gambaran tentang seperti  apa  seandainya rencana itu terlaksaksana, tetapi pada kenyataannya tidak ada tidak ada bangunan yang diledakkan, tidak seorang pun tewas atau terluka. Namun demikian, pada pengadilannya, dia dihadapkan pada maksimal hukuman penjara yang sama dengan yang akan ditimpakan kepadanya seandainya dia benar-benar menjalankan rencananya. Orang boleh katakan bahwa dakwaan kepadanya didasarkan pada sebuah “ nubuatan. “ Dengan kapabilitas, kaki-kaki tangan, serta kualitas perencanaannya, pengadilan menyimpulkan bahwa mereka mesti menjatuhakan hukumannya. Putusan tersebut berusaha mengirimkan pesan kepada calon-calon teroris di Australia bahwa mereka bisa gagal dua kali, selain bisa gagal mencapai tujuan politis juga bisa kehilangan gaya hidup mereka. Jadi, aksi terorisme  menjadi semakin berisiko dan bisa kurang menarik bagi orang-orang  seperti Roche.

Peristiwa-peristiwa Wahyu 11 dibangun seputar akhir pasal 10. Perwakilan surga memberitahu Yohanes bahwa  dia harus lebih banyak bernubuat kepada “ banyak bangsa, dan kaum, dan bahasa,dan raja “ (Why 10:11). Allah memberinya sekilas gambaran ke masa depan.  Walaupun pekabaran injil ini manis, tapi banyak  peristiwa traumatis akan terjadi sebelum akhirnya tiba.

Periode waktu 42 bulan dan 1260 hari mengenang kembali nubuatan Daniel (Dan. 7:25; 12:7). Sepanjang periode itu, umat Allah akan menderita ditangan musuh-musuh. Di zaman akhir, binatang yang muncul dari jurang  maut akan membunuh kedua saksi Allah. Tetapi tidak berakhir begitu saja. Allah membangkitkan kedua saksi Allah setelah tiga hari setengah hari, dan mereka pun naik ke surga ( Why 11:7-13 ).

Banyak aspek ayat ini sukar dimengerti. Namun pekabaran mendasar sudah jelas. Allah jauh lebih tahu dari mulanya hingga akhirnya. Dia tahu pemikiran orang-orang yang menentang Dia dan umat-Nya. Menyediliki jalanannya sejarah di masa depan serta menyaksikan akibat tindakan jahat, dia sebelumnya menyakinkan kita bahwa Dia sanggup membereskan semua itu. Tuhan juga punya rencana, dan hasil akhirnya sudah pasti.


Tuhan, aku ingin setia pada rencana-Mu bagi generasi akhir.

Rabu, 10 Juli 2013

Renungan Pagi, Rabu 10 Juli 2013

“Dan mereka akan menginjak-injak Kota Suci  EMPAT PULUH DUA BULAN LAMANYA.’Dan Aku akan memberi tugas kepada dua saksi-Ku, supaya mereka bernubuat sambil berkabung, SERIBU DUA RATUS ENAM PULUH HARI LAMANYA” (Wahyu 11:2,3)

Pagi ini saya kembali ke bangku SMU. Ya, saya merasa terlalu tua untuk itu ( saya lulus tahun 1967 ). Ketika salah seorang anak saya bergumul dengan pelajaran aljabar di SMU, dan saat saya melihat buku pelajaran, saya sadari ada permasalahan . Permasalahnnya adalah karena anak saya sudah lebih pintar dalam aljabar dibandingkan saya. Jadi bagaimana Anda bisa menolong seorang anak yang sedang bergumul dengan sebuah mata pelajaran padahal di tahu lebih banyak tentang itu dibandingkan Anda ?

Pelajarannya menarik. Kekuatan menambah dan mengalikan. Kekuatan bilangan negatif dan bilangan nol. Mata pelajaran ini mengandung sesuatu yang menarik, sekalipun sukar untuk dipelajari sebagian orang. Tapi apakah matematika itu? Hanya semacam bentuk permainan intelektual yang membangun ? Atau apakah itu jendela untuk melihat realita lebih  mendalam tentang  alam semesta yang telah ada bahkan sebelum kita menemukannya?

John Polkinghome beragumen bahwa pakar-pakar matematika adalah penemu, bukannya pencipta. Lewat matematika mereka menjelajahi suatu realita yang memang telah ada. Misalnya, bilangan prima ( bilangan-bilangan yang hanya dapat dibagi oleh bilangan itu sendiri dan 1, yaitu 2,3,5,7,11,13,dan seterusnya), sudah “ada” sejak semula, bahkan sebelum kita mengamati keberadaannya.Menurut Polkinghome, bilangan prima merupakan bagian dari struktur mendasar alam semesta, berada lebih mendalam melewati kenyataan fisikalnya. Dengan kata lain, alam semesta lebih dari sekadar objek yang bisa kita tangani dan amati. Menurut riset, prinsip-prinsip mendasar seperti matematika, kebenaran, dan keindahan memiliki realita melebihi apa yang umat manusia amati dan nyatakan. Tetapi seandainya pakar-pakar matematika itu benar, mengapa tidak mungkin bahwa ada Allah yang sanggup melebihi segala yang dapat diobservasi dan diteliti oleh para ilmuwan ?

Wawasan Polkinghome ini menarik saat Anda menyadari bahwa pewahyuan Allah di dalam Wahyu ini penuh dengan bilangan dua di antaranya terlihat dalam ayat di antaranya terlihat dalam ayat di atas. Empat puluh dua bulan, 1260 hari, 5 bulan, 10 hari, serta satu masa, dua masa, dan setengah masa, mewakili cara-cara yang unik dan tidak lazim untuk menggambarkan suatu rentang waktu. Kita mengamati  kumpulan orang banyak berjumlah 144.000 hingga 200 juta. Tambahan lagi, kita mendapati penggunaan bilangan dasar, seperti 3,4,7,10,12, dan 24. Jika di pahami dengan benar, Kitab Wahyu beserta alam ini  menjadi  saksi kepada Allah yang sama, Allah yang teratur di tengah-tengah kekacuan, Allah yang sama, Allah yang teratur di tengah-tengah kekacauan, Allah yang penuh belas kasih dan keadilan, Allah yang mengasihi dan juga murka.

Tuhan, begitu banyak bilangan di dalam Kitab Wahyu. Tolong aku untuk menemukan keteraturan-Mu di tengah-tengah kekacauan pribadiku hari ini.


Selasa, 09 Juli 2013

Renungan Pagi, Selasa 9 Juli 2013

“Kemudian diberikanlah kepadaku sebatang buluh, seperti tongkat pengukur rupanya, dengan kata –kata yang beribdah dialamnya. Tetapi kecualikanlah PELATARAN BAIT SUCI YANG DI SEBELAH LUARjanganlah engkau mengukurnya, karena IA TELAH DIBERIKAN KEPADA BANGSA - BANGSA  LAIN dan mereka akan menginjak-injak Kota Suci empat puluh dua bulan lamanya” (Wahyu 11: 1,2).

Seorang bukan Yahudi yang berjalan menuju Bait Allah di Yerusalem akan takjub melihat luasnya pelataran luar serta kemegahan strukturnya. Dia bebas berjalan-jalan mengilingi pelataran sebelah luar. Kata yang di termejahkan “ bangsa-bangsa lain “  pada ayat hari ini dapat juga diartikan sebagai  bangsa-bangsa bukan Yahudi. Namun tidak jauh dari bangunan Bait Allah itu ada pengumuman yang terpasang pada pagar batu, “ setiap orang bukan Yahudi yang melanggar  batas ini akan bertanggung jawab atas kematiannya sendiri, yang pasti akan segera terjadi.”

Setelah batas bagi orang-orang  bukan Yahudi  ini, terletak Pelataran Wanita. Tempat ini khusus untuk para wanita Yahudi. Kaum pria Yahudi boleh memasuki pelataran dalam bangunan Bait Allah. Lalu hanya imam yang boleh memasuki bangunan Bait Allah itu, tetapi mereka tidak diperkenakan memasuki ruangan paling dalam Bait Allah,yaitu Bilik Mahakudus. Hanya imam  besar yang boleh masuk ke sini, itu pun sekali setahun.

Tingkatan-tingkatan dalam akses ini mengajarkan sesuatu yang penting mengenai kekudusan Allah serta halangan-halangan antara Tuhan dengan umat manusia, karena dosa. Hubungan dengan Allah bukanlah hubungan “teman dengan teman” seperti halnya sesama manusia. Kita harus menghampiri Dia dengan kerendahan hati seorang pendosa. Dalam hubungan kita dengan Allah, tidak ada tempat untuk kesombongan.

Yang menarik, pelajaran tentang kerendahan hati ini seringkali diselewengkan menjadi suatu arogansi. Mereka yang merasa berhak mendapat “izin” lebih mendekat,beranggapan lebih superior di bandingkan orang-orang lain. Memperburuk keadaan, di zaman Yesus, para imam Bait Allah telah mengubah satu bagian komplek Bait Suci boleh dimasuki orang-orang bukan Yahudi menjadi pasar yang licik dan penuh keserakahan. Dan reaksi Yesus terhadap kondisi itu adalah mengusir keluar dari pelataran luar Bait Allah para pedagang dan para penukar uang. Tidak ada yang membuat Yesus lebih marah selain ahli-ahli agama yang justru telah menciptakan penghalang bagi orang-orang  yang ingin datang kepada-Nya. Pernahkah Anda dan saya melakukan hal ini ? Apakah Anda merasa sulit untuk beribadah bersama seseorang yang pakaiannya lusuh atau yang riasannya terlalu tebal ? Apakah melindungi karpet gereja jauh lebih penting dibandingkan menyambut anak-anak?

Tuhan, tolong aku agar tidak menempatkan penghalang-penghalang yang tidak perlu atas orang-orang yang ingin menemukan Engkau.


Senin, 08 Juli 2013

Renungan Pagi, Senin 8 Juli 2013

‘Dan suara yang telah kudengar dari langit itu, berkata pula kepadaku, katanya: ‘Pergilah, ambillah gulungan kitab yang terbuka di tangan malaikat, yang berdiri di atas laut dan di atas bumi itu.’ … Lalu aku mengambil kitab itu dari tangan malaikat itu, dan memakannya: di dalam mulutku ia terasa manis seperti madu, TETAPI SESUDAH AKU MEMAKANNYA, PERUTKU PAHIT RASANYA. Maka ia berkata kepadaku: ‘Engkau harus bernubuat lagi kepada banyak bangsa dan kaum dan bahasa dan raja” (Wahyu 10:8-11).

Yohanes bukan orang terakhir mengalami segala sesuatu yang berubah menjadi pahit. Strategi Allah terhadapnya tampaknya cara yang Tuhan sering pakai mempersiapkan orang-orang untuk menjalani suatu bentuk pelayanan yang berbeda.

Ketika Gavin masih remaja, dia masuk sekolah swasta yang bergengsi. Teman-teman sekelasnya adalah anak-anak diplomat dan orang-orang terkaya di Negara. Dia memenangkan banyak beasiswa, dan menerima penghargaan untuk banyak hal. Dia tidak pernah gagal meraih apapun yang dia inginkan.

Namun demikian, ketika dia menjadi pendeta, keadaan berbalik seratus delapan puluh derajat. Masalah kesehatan membuatnya ‘tertawan’ di rumah sakit, lalu dia kehilangan pekerjaannya. Gosip menghancurkan reputasinya. Teman wanitanya memutuskan hubungan. Seakan-akan secara sistematis Allah mengambil satu per satu segala sesuatu yang selama ini dia andalkan.

Saat keadaan semakin suram, Allah memulihkan kesehatan dan energinya. Namun beberapa waktu kemudian, ia mendapati dirinya selalu mengeluh tentang situasinya. Bila dia mengeluh, energinya yang dibarui itu terhisap habis. Selam dua bulan dia marah kepada Tuhan. “Bapa, ini tidak adil,” protesnya. ‘Engkau telah mengambil segalanya dariku. Tidak ada lagi yang tersisa!’ Lalu terngiang suara Roh Kudus: “Ya, itulah tujuanya.”

Itu membuat Gavin terpana. Allah ingin dia tidak memiliki apa-apa? Lalu dia sadar kalau selama ini dia menjalankan pelayanannya dengan mengandalkan kekuatannya sendiri. Dia menjadi”pahit” karena Allah telah menyingkirkan “kekuatannya” agar dia menyadari sangat perlu bergantung pada Tuhan. Sebaimana Yohanes dalam Wahyu 10, Allah memakai kekecewaannya sebagi suatu batu loncatan bagi dia melaksanakan bentuk pelayanan yang berbeda.

Saat Gavin sudah kembali melayani. Namun pusat pelayannannya tidak terletak pada talenta atau kekuatannya, melainkan di dalam hubungan akrab bersama Allah. Sama seperti  Kitab Wahyu menimbulkan dampak yang jauh lebih besar selam berabad-abad dari yang pernah dibayangkan Yohanes, demikian pula pekerjaan yang dilakukan bagi Allah dapat melebihi harapan kita saat kita mengerjakannya sebagi buah hubungan yang intim bersama Dia.

Tuhan,  buat mataku terbuka untuk melihat arah baru melalui cara apapun yang Engkau pilih. Bantu aku untuk mengenali pekerjaan tangan-Mu di dalam “pahitnya” pengalaman hidup sehari-hari.


Minggu, 07 Juli 2013

Renungan Pagi, Minggu 7 Juli 2013

“Dan suara yang telah kudengar dari langit itu, berkata pula kepadaku, katanya : “Pergilah, ambillah gulungan kitab yang terbuka di tangan malaikat, yang berdiri di atas bumi itu.’  Lalu aku pergi kepada malaikat itu dan meminta kepadanya, supaya ia memberikan gulungan kitab itu kepadaku.  Katanya kepadaku, ‘Ambillah dan makanlah dia; ia akan membuat perutmu terasa pahit, tetapi di dalam mulutmu ia akan terasa manis seperti madu.’  Lalu aku mengambil kitab itu dari tangan malaikat itu, dan memakannya : di dalam mulutku ia terasa manis seperti madu, tetapi sesuah aku memakannya, perutku menjadi pahit rasanya” (Wahyu 10:8-10).

Perumpamaan ini mengungkapkan kekecewaan Yohanes.  Dia melihat bahwa kitabnya tidak akan membawa kesudahan.  Namun di zaman akhir, kitabnya akan bernubuat kembali dengan perantaraan orang-orang lain (Why. 10:11).  Dalam konteks Why 10:5-7, pengalaman Yohanes juga merupakan ramalan terhadap kekecewaan lain di akhir nubuatan Daniel, sekelompok orang yang mengira bahwa akhir zaman akan tiba namun ternyata tidak.  Pengharapan pada kedatangan Yesus kembali, ternyata menjadi satu pengalaman pahit bagi umat Allah yang setia pada zaman itu.

Banyak orang percaya bahwa kekecewaan kedua terjadi tahun 1844.  Ribuan warga Amerika yakin bahwa Yesus akan datang kembali pada tanggal 22 Oktober tahun itu.  Pada hari itu dengan penuh semangat, mereka berharap menyaksikan Yesus turun di awan-awan, dikelilingi semua malaikat kudus.  Mereka menanti-nantikan perjumpaan dengan semua sahabat yang telah terpisah dari mereka oleh maut.  Saat kesusahan dan penderitaan mereka berlalu dan mereka diangkat di angkasa untuk bertemu Tuhan mereka, maka mereka akan mendiami istana kota emas, Yerusalem Baru.

Rasakan keprihatinan salah seorang di antara mereka, Hiram Edson, yang berkata : “Harapan kami terlambung tinggi, dan kami menantikan kedatangan Tuhan hingga pukul dua belas tengah malam.  Hari berganti dan kekecewaan kami menjadi nyata.  Harapan serta ekspektasi terdalam kami hancur, dan kami kehilangan semangat seperti belum pernah kami rasakan sebelumnya.  Agaknya kehilangan semua sahabat duniawi tidak dapat dibandingkan dengan ini.  Kami meratap, dan meratap, hingga fajar menyingsing.  Saya merenung dalam hati, mengatakan, ‘Pengalaman Advent saya adalah pengalaman terkaya dan paling ceria di antara semua pengalaman Kristen saya.  Jika ini terbukti gagal, apa artinya pengalaman-pengalaman Kirsten yang lain ?  Apakah tidak ada Tuhan, tidak ada surga, tidak ada kota emas, tidak ada Firdaus ? Apakah ini suatu dongeng yang dikarang dengan licik?’  Dengan demikian, ada yang bisa kami tangisi dan ratapi, seandainya harapan terdalam kami telah lenyap.  Dan sebagaimana yang saya katakan, kami menangis hingga fajar menyingsing.

Tuhan, tolong aku menghadapi kekecewaan setiap hari, namun Engkau telah mengetahui itu sebelumnya serta menyediakan jalan keluar bagiku.


Sabtu, 06 Juli 2013

Renungan Pagi, Sabat 6 Juli 2013

TIDAK AKAN ADA PENUNDAAN LAGI!’  Tetapi pada waktu sangkakala dari malaikat ketujuh, yaitu apabila ia meniup sangkakalanya, maka akan genaplah KEPUTUSAN RAHASIA ALLAHseperti yang Ia telah beritahukan kepada hamba-hamba-Nya,yaitu para nabi” (Wahyu 10:6,7).

Ketika Yohannes menulis Wahyu 10, maka terpikirlah Daniel 12. Daniel 12 berbicara tentang pemeteraian kat-kata nubuatan hingga “akhir zaman” (Dan. 12:4). Lalu di dalam Daniel  12:7 seseorang menggangkat tangannya dan bersumpah demi Dia yang hidup selama-lamanya (lihat Why 10:5,6) bahwa aka ada “satu masa, dua masa dan setengah masa.” Kedengarannya persis seperti Wahyu 10, kecuali bahwa di dalam Kitab Wahyu, frasa “tidak aka nada penundaan lagi” menggantikan periode waktu yang misterius itu.

Inti Wahyu 10 tampaknya memberitahukan bahwa nubuatan-nubuatan Daniel telah tiba saatnya, di mana Allah akan membuka materai pekabaran terakhir kitab Daniel dan Wahyu (“keputusan rahasia Allah”) akan dikabarkan keseluruh dunia. Jadi sangkakala keenam membawa kita pada satu periode sejarah bumi di mana peristiwa-peristiwa akhir akan segera berlangsung.

Sepanjang abad kesembilan belas, para pelajar Alkitab menyelidiki Kitab Daniel dan Wahyu. Setelah penelitian saksama, beberapa menyimpulkan bahwa nubuatan Daniel berakhir sekitar tahun 1844. Mereka mengasumsikan bahwa frasa “tidak aka nada penundaan lagi” berarti zaman akhir,kedtangan Yesus yang kedua kali. Namun demikian, mereka melewatkan sat kata penting di dalam Wahyu 10:7, yaitu “tetapi”. Dalam Bahasa Yunani, kata yang berarti “tetapi” ini menyoroti sesuatu yang sangat kontras, jauh lebih tegas dibandingkan kata Bahsa Inggris “tetapi.” Itu memberitahukan bahwa nubuatan Daniel bukan berarti zaman akhir, tetapi hanya membawa kepada “zaman akhir.” Sejak akhir nubuatan Daniel, kita tidak tahu kapan akhir itu akan tiba; yang kita tahu adalah kita benar-benar sedang hidup di “zaman akhir.”

Ini bukan sesuatu yang baru. Allah senantiasa menyatakan bahwa zaman akhir  itu sudah dekat (lihat Why. 1:3). Pada saat yang sama, Firman Allah selalu berisikan benih-benih pemahaman yang jauh lebih mendalam. Misalnya, murid-murid Yesus beranggapan bahwa Dia akn segera datang setelah kebangkitan-Nya (Kis. 1:6-8). Tetapi Dia menjelaskan pada mereka bahwa Injil harus diberitahukan ke seluuh dunia terlebih dulu.

Demikian halnya, kaum Millerite sesame abad kesembilan belas, berpendapat bahwa akhir nubuatan Daniel telah membawa mereka kepada zaman akhir. Namun bagi umat  Allah masih ada misi yang harus mereka selesaikan (Why.10:11;14:6,7). Jadi yang penting bagi kehidupan Kristen bukanlah menentukan kapan zaman akhir itu, tetapihidup dengan menuruti semboyan Korps Marinir AS: “Semper Fidelis” (Setia Selalu).

Tuhan, paling aku inginkan adalah tetap setia saat Engkau datang kembali.


Kamis, 20 Juni 2013

Renungan Pagi, Kamis 20 Juni 2013

“Dan rupa belalang-belalang itu sama seperti kuda yang disiapkan untuk peperangan, dan di atas kepala mereka ada sesuatu yang menyerupai mahkota emas, dan muka mereka sama seperti muka manusia, dan rambut mereka sama seperti rambut perempuan dan gigi mereka sama seperti gigi singa, dan dada mereka sama seperti baju zirah, dan bunyi sayap mereka bagaikan bunyi kereta-kereta yang ditarik banyak kuda, yang sedang lari ke medan peperangan” (Wahyu 9:7-9).

Sebuah penelitian telah menemukan sasaran atau tujuan teologis yang tidak jelas dalam bagian ayat ini.  Apakah Yohanes seperti menambahkan satu gambaran hanya untuk menegaskan kengerian gambaran keseluruhan.  Pelajaran rohani apakah yang kita dapatkan dari penggambaran yang mengerikan seperti ayat di atas ?  Apakah peran dan maksud malapetaka dalam perjalanan keseharian kita bersama Dia ?

Biasanya pikiran kita akan kembali kepada Allah dan Firman-Nya ketika bencana melanda.  Pencipta itu telah membentuk kita sebagai manusia.  Oleh karena itu, Alkitab seperti buku petunjuk untuk sebuah perangkat lunak komputer.  Alkitab menjelaskan asal-usul kita, bagaimana kita dibuat, dan bagaimana kita berfungsi paling baik.  Buku petunjuk terbaik pasti berasal dari orang yang membuatnya.  Demikian halnya megnapa Alkitab sangat penting bagi kita. Dia yang menciptakan kita tahu bagaimana rupa kita dan bagaimana kita harus hidup.

Dosa itu seumpama cacat dalam “perangkat lunak” tubuh dan pikiran kita.  Saat sistem pengoperasian komputer Anda menemukan suatu kesalahan, Anda menelepon Microsoft dan berkata, “Begini, ada masalah dengan Windows saya.”  Tidakkah menyenangkan jkia Anda mendengar, “Saya sangat menyesal mendengarnya.  Saya Bill Gates. Bolehkah saya membantu Anda ?”  Sebagai pemimpin Microsoft, beliau dalam posisi yang sangat bagus untuk memastikan masalah Anda terselesaikan!  Sama seperti perangkat lunak, banyak tangan yang terlibat dalam pembuatan Alkitab.  Tetapi Allah secara pribadi terlibat langsung dalam setiap bagiannya.  Ketika kita mempelajari Alkitab dan berdoa, secara pribadi kita “terhubung” dengan sang Arsitek Agung.

Penghakiman Allah, secara sederhananya menjadi pencari perhatian.  Itu bukan untuk pembalasan dendam, tetapi lebih sebagai panggilan untuk bangun supaya kita dapat menyelaraskan kembali “perangkat lunak” kita seperti awal mulanya dirancang Allah.  Diciptakan oleh Allah, kita berfungsi paling baik pada saat berada dalam hubungan dengan Dia.  Bencana yang paling buruk yang dapat terjadi adalah pada saat kita memalingkan wajah dari Allah dan mencoba melakukan segala sesuatu menggunakan jalan kita sendiri.  Sangkakala adalah malapetaka yang mengingatkan dan membawa hati kita jauh dari malaikat yang lebih besar.

Tuhan, aku berterima kasih ata kehadiran-Mu sementara kami mempelajari ketujuh sangkakala.  Dan Buku Petunjuk Ilahi menjadi pusat pikiranku.

Rabu, 19 Juni 2013

Renungan Pagi, Rabu 19 Juni 2013

“Dan mereka diperkenankan bukan untuk membunuh manusia, melainkan hanya untuk menyiksa mereka lima bulan lamanya, DAN SIKSAAN ITU SEPERTI SIKSAAN KALAJENGKING, APABILA IA MENYENGAT MANUSIA.  Dan pada masa itu orang-orang akan mencari maut, tetapi mereka tidak akan menemukannya, dan MEREKA AKAN INGIN MATI, tetapi maut lari dari mereka” (Wahyu 9:5,6).

Baru-baru ini, saya dan istri saya sedang berada di Australia.  Istri saya menginginkan video untuk model rambut barunya, dan kami memutuskan senang merekamnya sembari menempatkanya di balik semak-semak dan dibawah pohon di mana seekor kookaburra (burung khas Australia) bertengger dengan tenangnya.  Istri saya berpose seperti model, dengan burung kkokaburra di atas kepalanya.  Tiba-tiba saja dia lenyap dari pandangan.  Saya menyangka itu hanya lelucon dan terus memotret.  Tiba-tiba Pamella mulai memekik.  “Semut, semut menggigitku.  Tolong! Singkirkan semut-semut ini!”

Saya tahu kecenderungan istri saya yang suka bergurau di depan kamrea, jadi dengan santai saya menghanpirinya.  Saat mendekati semak-semak, tiba-tiba saya melihat tanah seolah-olah bergerak.  Semut bergerombol di antara semak-semak dan pohon tempat kookaburra bertengger.  Istri saya menaikkan satu kakinya dan dengan panik mengibaskan sepatunya dan kulit kakinya.

“Tolong! Lakukan sesuatu!” Akhirnya saya pun bertindak.  “Menyingkir dari sini! Cepat! Menyingkir dari tempat ini!”

Istri saya berlari sambil saya tarik ke tempat ganti pakaian yang jaraknya kurang lebih 18 meter.  Saat saya membuka celana dan mengibaskannya seperti cambuk, semut-semut berjatuhan  ke lantai dan kami mematikannya dengan penuh dendam.  Setelah menghabisi gerombolan semut itu, kami mengobati bengkak-bengkak di tungkai kanan istri saya.  Dia telah diserang gerombolan semut banteng yang sengatannya panas seperti api.  Setelah diberi perawatan intensif barulah rasa panas di kakinya itu mereda.  Setidaknya, selama beberapa saat, dia mengalami siksaan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.  Seandainya, rasa panas itu berlangsung selama berjam-jam atau bahkan berhari-hari, mungkin dia akan merasa seperti orang-orang yang tersiksa di dalam Wahyu 9.

Pekabaran mendasar ayat hari ini adalah bahwa mereka yang berada dalam kendali Setan mungkin mengira mereka memiliki kemerdekaan sejati, tetapi pada kenyataannya, mereka telah tunduk kepada seorang tiran yang membuat Hitler atau Idi Amin terlihat lemah.  Siksaan sengatan serangga mengilustrasikan bagaimana perbudakan Setan telah menyedot habis sukacita kehidupan hingga bahkan membuat kematian menjadi sesuatu yang menarik.


Tuhan, tolong aku untuk menolak setiap daya tarik dosa.  Semoga aku dapat dengan jelas melihat potensi memperbudak dan menyiksanya, manakala godaan itu datang.

Selasa, 18 Juni 2013

Renungan Pagi, Selasa 18 Juni 2013

“Dan kepadanya mereka dipesankan, supaya mereka jangan MERUSAKKAN rumput-rumput di bumi atau tumbuh-tumbuhan ataupun pohon-pohon, melainkan HANYA MANUSIA YANG TIDAK MEMAKAI METERAI ALLAH DI DAHINYA” (Wahyu 9:4).

Ketika itu tahun 1944.  Daratan Eropa sedang berjuang di bawah dominasi kekuatan Poros, yang menguasai mulai dari pantai-pantai Perancis hingga dataran rendah sebelah barat Rusia.  Pasukan Sekutu, terutama Amerika Serikat dan Inggris Raya, membangun kekuatan invasi yang luar biasa besar, terpusat di bagian selatan Inggris dengan tentara-tentara dan peralatan perang.  Ribuan kapal dan pesawat terbang tempur berkumpul menjadi satu kumpulan pasukan angkatan udara besar yang siap melakukan serangan.

Di pantai-pantai Perancis, Belgia, dan Belanda, pasukan Jerman bersiap menghadapi serangan besar, mereka tidak tahu di mana serangan akan dilakukan.  Berminggu-minggu dan berbulan-bulan pemboman di sepanjang pantai dilakukan mendahului rencana invasi tersebut.  Kemudian pada tanggal 6 Juni, yang selamanya dikenang sebagai D-day, serangan itu dilakukan.

Salah satu kota kunci Perancis yang ada di jalur pasukan Sekutu adalah Caen.  Museum kota menjelaskan dengan jelas cerita invasi ini dan akibatnya. Para pemboman yang terjadi telah menghancurkan hampir semua bangunan.  Terkecuali gereja-gereja di Kota Caen yang dibangun pada Abad Pertengahan ternyata selamat.  Foto-foto masa perang menjadi bukti bahwa puncak menara kuno masih berdiri di antara reruntuhan.  Tampaknya konstruksi yang baik gereja-gereja kuno ini membuatnya sangat kokoh, sehingga penduduk Caen menjadikannya tempat berlindung ketika malam-malam pemboman terjadi.

Yang luar biasa tentang Wahyu 9:4 adalah bahwa belalang/kalajengking kelihatannya dapat membedakan antara pengikut Yesus yang benar dan mereka yang hanya berpura-pura mengakui kesetiaan.  Meterai melambangkan kehadiran Allah yang hidup bersama umat-Nya (Ef. 4:30; 2 Tim 2:19).

Serangan Setan akan makin nyata di masa-masa sebelum kedatangan Yesus.  Kabar baiknya adalah bahwa mereka yang memiliki karakter yang dibangun kokoh di atas landasan iman kepada Yesus Kristus tidak akan disakiti.  Dalam kekuatan kita sebagai manusia, kita tidak akan dapat melawan Setan.  Tetapi bila memiliki hubungan yang erat dengan Yesus, kita akan dilindungi dari alat-alat Setan yang paling buruk.

Kita membangun dasar kerohanian dengan menghabiskan waktu bersama dengan Tuhan, dalam belajar Firman-Nya, dan dalam doa dan pelayanan kepada orang lain.  Tidak ada cara lain untuk menggunakan waktu kita pada masa akhir seperti saat ini selain selalu bersama dengan Tuhan.

Engkau adalah Pembangun Utama, ya Tuhan.  Kuatkan dasar kerohanianku hari ini, karena tantangan lebih berat akan datang di kemudian hari.

Senin, 17 Juni 2013

Renungan Pagi, Senin 17 Juni 2013

“Dan dari asap itu berkeluaranlah belalang-belalang ke atas bumi dan kepada mereka diberikan kausa sama seperti kuasa KALAJENGKING-KALAJENGKING DI BUMI” (Wahyu 9:3).

Saya baru pernah melihat kalajengking di alam liar.  Saya tinggal di kibutz di pinggiran Kota Yerusalem ketika seekor kalajengking melewati pintu ruang tengah yang terbuka lebar dan merayap di lantai.  Sengatnya yang menakutkan itu tampak melengkung di sepanjang punggungnya.  Sekumpulan orang berkerumun pada jarak yang aman dan mengawasi kelajengking itu terus, dengan ketakutan bertanya-tanya apa yang mesti dilakukan.  Setelah beberapa menit, seorang kolega saya menemukan sebuah gelas lalu menelungkupkan untuk mengurung kalajengking itu di lantai dengan gelas tersebut.  Setelah dia menyelipkan selembar kertas di antara gelas itu dengan lantai, dengan seksama dia berhasil membawa makhluk itu keluar.

Ada kisah tentang seekor katak dan kalajengking yang hendak menyeberang sungai berair deras.  Rintangan itu menjadi masalah bagi si kalajengking daripada si katak.  Jadi si kalajengking memohon kepada si katak agar diizinkan manaiki punggunnya menyeberangi sungai.

“Untuk apa aku menggendongmu ?  Saat kita sudah separuh jalan menyeberangi sungai, engkau akan menyengat aku dan aku akan tenggelam” tuntut si katak, “Untuk apa aku berbuat demikian ?” sanggah si kalajengking.”  Jika engkau tenggelam, begitu pula aku.  Bodoh jika aku menyengatmu.”  Berhasil diyakinkan oleh argument kalajengking, katak pun setuju untuk menyeberangkan si kalajengking.  Di tengah penyeberangan, kalajengking itu menyengat si katak.  Saat keduanya hanyut, si katak pun protes, “Mengapa engkau berbuat demikian?  Bukankah engkau telah berjanji?”  Jawab si kalajengking , “Aku tidak bisa menahannya.  Sudah kebiasaan alamiahku untuk menyengat!”

Sengatan kalajengking sangat menyakitkan yang dapat dialami manusia, rasa sakitnya tak tertahankan hingga beberapa waktu.  Dalam ayat ini, kalajengking mewakili kuasa kegelapan dan kejahatan.  Setan menawarkan kepada manusia peluang-peluang yang menggiurkan. Dia berjanji bahwa jika mereka mau mengikuti dia, mereka akan merasakan kesenangan, kekayaan, dan ketenaran, dan apa pun juga yang mereka inginkan.

Namun demikian, pengikut-pengikutnya segera mendapati bahwa meskipun dia menjanjikan banyak hal, adalah alamiahnya menyiksa orang-orang yang berada dalam pengaruhnya.  Hal-hal menggiurkan yang dia tawarkan, seperti seks terlarang, kekuasaan dan penderitaan.  Dia berusaha menyembunyikan semua itu di balik wajah yang menyenangkan, jadi berjaga-jagalah! Melayani Setan membawa kepada lenyapnya sukacita dan hancurnya masa depan.


Tuhan, tolon bantu aku untuk menyadari bahwa hanya kehidupan bersama Tuhan yang akan membawa kedamaian

Minggu, 16 Juni 2013

Renungan Pagi, Minggu 16 Juni 2013

“Lalu malaikat yang kelima meniup sangkakalanya, dan aku melihat sebuah bintang yang jatuh dari langit ke atas bumi, dan kepadanya diberikan anak kunci lobang JURANG MAUT.  Maka dibukanyalah pintu lobang JURANG MAUT ITU, lalu naiklah asap dari lobang itu bagaikan asap tanur besar, dan matahari dan angkasa menjadi gelap oleh asap lobang itu” (Wahyu 9:1,2).

Bagian kitab Wahyu ini adalah ayat yang paling mengerikan dalam seluruh kitab. Sebuah bintang yang jatuh dari langit menerima anak kunci lubang jurang maut. Dibukanya jurang maut mengakibatkan kegelapan menutupi matahari dan angkasa. Kegelapan itu ternyata adalah belalang-belalang, pengikut-pengikut Apolion (Why. 9:3, 10, 11).

Kita menemukan beberapa persamaan penting dari ayat ini dengan Injil Lukas. Saat seorang laki-laki yang dirasuk Setan berhadapan dengan Yesus, setan-setan tesebut memohon agar Dia tidak memerintahkan agar mereka dikembalikan ke dalam jurang maut (Luk. 8:30,31). Terbukti bahwa jurang maut adalah tempat di mana kuasa Allah memenjarakan setan-setan, tempat yang tidak mereka sukai. Persamaan selanjutnya ada di dalam Lukas 10:17-20. Di sana Yesus melihat Setan jatuh dari langit seperti kilat. Namun demikian, Dia menyatakan bahwa murid-murid-Nya tidak perlu terkejut. Mereka memiliki kuasa untuk menginjak ular dan kalajengking, simbol kuasa musuh. Jaminan keselamatan mereka akan memberi mereka keyakinan penuh untuk menghadapi Setan di dalam nama Yesus.

Salahkan bagi seorang Kristen untuk beribadah di tempat yang pernah digunakan sebagai tempat penyembahan Setan? Apakah salah menggunakan bentuk-bentu musik yang dulu digunakan dalam ritual atau penyembahan kafir? Pertimbangkan dilema yang dihadapi mereka yang pertama-tama menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa yang begitu kental diwarnai pemujaan roh-roh, pepohonan, serta makhluk-makhluk magis lainnya. Para penerjemah itu bergumul mencari cara untuk mengungkapkan kebenaran Kitab Suci yang menginspirasi dan keselamatan , dalam bahasa dan ekspresi yang tlah memenuhi segala aspek bahasa ini. Tetapi para penerjemah tidak berhenti. Dan saya senang mereka tidak berhenti. Bahasa itu adalah Bahasa Inggris.

Kita mungkin merasa terganggu mendengarkan Injil dalam bahasa yang berasal dari sejarah yang ternoda seperti itu. Tapi kita tidak boleh lupa, Allah juga memilih menjelma sebagai manusia, terlepas dari sejarah manusia yang penuh kekafiran, kekacauan, dan penyimpangan. Akan tetapi, ketika Firman itu menjadi manusia, Dia membawa kehidupan dan terang kepada manusia. Ke mana pun Dia pergi, Setan lari. Bukan kehadiran Setan yang mengutuk kehidupan manusia, tetapi ketidakhadiran Kristuslah yang menyebabkannya.

Tuhan, aku memilih untuk memiliki Kristus ke mana pun aku pergi. Semoga kuasa Setan dihancurkan juga dalam kehidupanku.

Sabtu, 15 Juni 2013

Renungan Pagi, Sabat 15 Juni 2013

“Lalu aku melihat : aku mendengar seekor burung nasar terbang di tengah langit dan berkata dengan suara nyaring CELAKA, CELAKA, CELAKALAH MEREKA YANG DIAM DI ATAS BUMI oleh karena bunyi sangkakala ketiga malaikat lain, yang masih akan meniup sangkakalanya’” (Wahyu 8:13).

“Bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian, kita berhasil menangkapnya,” Paul Bremer menjelaskan kepada para jurnalis di Baghdad, disambut sorak sorai orang-orang Irak yang ada diantara penonton. Tentara Amerika telah menemukan Saddam Hussein di sebuah ruang bawah kecil di sebuah rumah pertanian sejauh 10 mil di sebelah selatan kampungnya, Tikrit.  Saddam adalah orang yang paling diiinginkan dalam daftar buruan yang diterbitkan pemerintah Amerika, tetapi dia tidak dapat ditemukan setelah Baghdad jatuh kebawah penaklukan serangan Amerika tujuh bulan sebelumnya.

Setelah menerima info dari seorang anggota keluarga Saddam, pasukan Amerika segera mengepung daerah itu.  Mereka menemukan orang kuat Irak itu, yang bertanggung jawab atas kematian ratusan ribu orang selama 24 tahun masa pemerintahannya yang mengerikan, berjongkok “di lubang kecil” di ruang bawah tanah yang kecil itu.  Dalam pertunjukan kekuatan yang terakhir, dia mengumumkan kepada penangkapnya, “Saya, Saddam Hussein, President Irak, dan saya siap untuk bernegosiasi.”  Dengan cerdik seorang tentara Amerika dalam regu pasukan menjawabnya, “Salam dari Presiden George Bush.”

Saddam tampak tak terawat berjanggut hitam dan putih, keluar dari tempat persembunyiaanya “terlihat bingung” dan “tidak dapat berkata apa-apa,” menurut Mayor Jenderal Ramond Odierno.  Tempat Saddam tinggal hanya terdiri dari dua kamar kecil.  Salah satunya adalah ruang tidur yang dipenuhi oleh pakaian, beberapa di antaranya masih baru dan masih dibungkus, tempat yang lainnya adalah sebuah dapur yang dipenuhi air.  Terlepas dari catatan sejarah hidupnya, saya merasakan sedikit simpati kepada laki-laki ini.

Orang-orang Kristen yang menderita di tangan pemimpin pemerintahan yang jahat, jangan pernah merasa iri dengan orang-orang yang menyiksa mereka itu.  Ketujuh sangkakala ditumpahkan kepada “mereka yang hidup di dunia ini,” mereka yang membawa penderitaan kepada umat Allah yang setia seperti yang telah dijelaskan dalam meterai-meterai itu (Why 6:9,10).  Mereka yang telah menyakiti atau membunuh umat Allah yang setia akan ditandai dalam “kitab,” dan jika mereka tidak bertobat, mereka akan menderita seperti dan bahkan lebih hebat daripada orang-orang yang telah mereka sakiti.  Bukan satu gambaran yang menyenangkan! Dan saya rasa, saya lebih baik menghadapi kemarahan manusia daripada murka Allah.


Tuhan, mampukan aku untuk melihat bahwa kekuasaan manusia bersifat sementara, begitu pula penderitaan yang ditimbulkannya.  Tuntun aku untuk percaya bahwa Engkau akan segera membereskan semuanya.

Jumat, 14 Juni 2013

Renungan Pagi, Jumat 14 Juni 2013

“Lalu aku melihat : aku mendengar seekor burung nasar terbang di tengah langit dan berkata dengan suara nyaring : ‘CELAKA, CELAKA, CELAKALAH MEREKA YANG DIAM DI ATAS BUMI OLEH KARENA BUNYI SANGKAKALA KETIGA MALAIKAT LAIN, YANG MASIH AKAN MENIUP SANGKAKALANYA’” (Wahyu 8:13).

Kitab Wahyu menandai peranan sangkakala secara lebih jelas dibandingkan yang disadari kebanyakan orang.  Kunci untuk memahaminya adalah Wahyu 6:9-11.  Di sana “di bawah mezbah jiwa-jiwa” berseru, “Berapa lamakah lagi, ya Penguasa yang kudus dan benar, Engkau tidak menghakimi dan tidak membalaskan darah kami kepada mereka yang diam di bumi?”  (ayat 10).  “Mereka yang diam di bumi” adalah orang-orang yang telah tampil lagi  di dalam Wahyu 8:13. Tiga celaka dari sangkakala kelima, keenam, dan ketujuh menimpa  “mereka yang diam di bumi.”  Oleh karena itu, ketujuh sangkakala merupakan penghakiman terhadap mereka yang telah membunuh dan menganiaya umat Allah yang setia.

Wahyu 8:2-6 mengatakan kepada kita bahwa sangkakala berbunyi sebagai tanggapan terhadap doa-doa orang kudus, yang naik seperti dupa dari mezbah (ayat 3, 4).  Apakah doa-doa itu ? Mereka adalah orang-orang kudus yang telah dibunuh (Why. 6:9-11) dan berseru menuntut keadilan.  Saat doa-doa itu tiba di surga bergabung dengan dupa, penghakiman pun dijatuhkan  ke atas bumi (Why. 8:5,6).  Oleh karena itu, ketujuh sangkakala membawa pesan penting bagi mereka yang teraniaya, terabaikan, dan dibunuh karena iman mereka.  Sangkakala-sangkakala itu meyakinkan mereka bahwa Allah secara aktif melawan orang-orang yang telah menindas mereka.

Seorang teman saya adalah seorang professor di sebuah sekolah kedokteran.  Seorang pelayan gereja memohon kepadanya supaya dia meninggalkan pekerjaannya yang mapan itu dan melayani untuk gereja, tinggal di apartemen sederhana milik gereja.  Karena cintanya kepada Yesus, tanpa ragu-ragu dia menerima pekerjaan itu.  Namun satu hari, dia dipecat karena perbedaan pendapat dengan seorang pengurus gereja.  Terpana, sambil termenung dia yang tadinya seorang yang kaya dan berpengaruh di negaranya, kini tidak memiliki pekerjaan dan tidak memiliki sumber pendapatan.  Dalam keputusasaan dia pulang ke rumah dan mendapati kunci apartemen gereja telah diganti dan semua benda miliknya telah dilemparkan di pinggir jalan.  Istrinya tampak duduk di bangku sambil menangis tersedu-sedu.  Ketika balas dendam adalah pikiran yang pasti dimiliki oleh kebanyakan orang, teman saya memutuskan untuk membiarkan Allah yang bertindak.  Sangkakala telah meyakinkan kita bahwa Allah menandai ketidakadilan dalam dunia kita dan akan memperbaikinya sesuai dengan waktu-Nya.

Tuhan, terima kasih atas jaminan bahwa segala yang menimpaku penting bagi-Mu.

Kamis, 13 Juni 2013

Renungan Pagi, Kamis 13 Juni 2013

“Lalu malaikat yang keempat meniup sangkakalanya dan terpukullah sepertiga dari matahari dan sepertiga dari bulan dan sepertiga dari bintang-bintang, sehingga sepertiga dari paanya MENJADI GELAP dan sepertiga dari siang hari tidak terang dan demikian juga malam hari” (Wahyu 8:12).

Ayat hari ini berbicara tentang kegelapan yang meliputi sebagian tempat, Di mana kegelapan ini memengaruhi beberapa orang di satu sisi, dan memengaruhi yang lainnya di sisi lain.  Hal ini mendeskripsikan kehidupan sehari-hari.  Kegelapan dosa menyentuh beberapa orang lebih daripada yang lain.

Sebuah cerita lucu mengisahkan tentang dua orang terkenal.  Jack Nicklaus adalah salah seorang pemain golf professional sepanjang zaman.  Stevie Wonder adalah seorang penyanyi popular dalam kebutaanya.  Mereka berdua bertemu pada suatu hari, dan Nicklaus sangat terkejut ketika mendengar bahwa ternyata Wonder juga seorang penggemar permainan golf.

“Bagaimanakah Anda bisa bermain golf padahal Anda buta?” Nicklaus bertanya, “Oh, sebenarnya tidak terelalu susah, “jawab Stevie Wonder, “Sebelum saya memukul bola, terlebih dulu asisten saya berjalan sejauh bola yang akan saya pukul dan memanggil saya dari arah jalur pukulan.  Kemudian saya akan berjalan ke arah bola itu dan dia akan pergi ke arah mana bola harus saya pukul kemudian hingga masuk ke lubang.  Dia juga akan memberitahukan saya berapa panjang perangkap dan rintangan air, dan saya akan memukul bola sesuai dengan yang dibutuhkan.”

“Wah, luar biasa!”  Tapi bagaimanakah Anda melakukan pukulan pelan?” kata Nicklaus.  “Oh, itu bagian paling mudah buat saya.  Setelah menjelaskan kemiringan tanah maka asisten saya akan berbaring di dekat lubang yang harus saya tuju.  Lalu saya akan memukul bolanya menuju arah suara asisten saya.  Saya rasa, saya bisa mengalahkan Anda kalau kita bermain bersama.”

“Anda sungguh luar biasa.  Tetapi Anda pasti tidak akan dapat mengalahkan saya.”

“Saya pasti bisa.  Mengapa kita tidak bermain satu ronde hari ini ?” tantang Wonder.  “Saya bisa hari ini, “jawab Nicklaus.  “Kapan kita bertemu?”

“Bagaimana kalau pukul 10 malam?” Jawab Wonder.

Anda pasti tertawa membaca ini.  Golf adalah permainan yang pasti tidak akan dimainkan di malam hari.  Seorang guru saya sering mengatakan, “Di dalam kegelapan, satu mata sangat berharga!” Dalam kegelapan, soerang laki-laki buta memiliki cara melihat yang berbeda dengan orang yang dapat melihat.  Ketika kegelapan dosa menyapu dunia, mereka yang mengikuti Tuhan yang mendapatkan keuntungan.  Karena mereka akan dapat melihat dengan mata rohani mereka. (bnd. Yoh. 9:39-41).


Tuhan, tolong aku untuk tidak membatasi diri pada satu atau dua cara untuk mengenal-Mu.  Kuasai inderaku untuk tangap terhadap sinyal-sinyal yang Engkau ingin kirimkan kepadaku.

Rabu, 12 Juni 2013

Renungan Pagi, Rabu 12 Juni 2013

“Lalu malaikat yang keempat meniup sangkakalanya dan terpukullah sepertiga dari matahari dan sepertiga dari bulan dan sepertiga dari BINTANG-BINTANG, sehingga sepertiga dari padanya menjadi gelap dan sepertiga dari siang hari tidak terang dan demikian juga malam hari” (Wahyu 8:12).

Ketika saya berumur 10 tahun, saya menghabiskan dua tahun tabungan saya untuk membeli sebuah teleskop.  Saya berpikir sangat hebat rasanya dapat melihat langit dan hal-hal luar biasa seperti cincin Saturnus, kawah di permukaan bulan, dan bulan-bulan planet Jupiter dan awanya yang berwarna warni.  Tetapi hal terbaik yang pernah saya lihat melalui teleskop saya adalah Belantik (Pleiades).  Walalupun awan berkabut di lingkungan daerah saya di luar kota New York, Belantik benar-benar telah mencengangkan saya.

Banyak orang menganggap Belantik sebagai tujuh saudari.  Bila dilihat dengan mata telanjang, Belantik tampak seperti kumpulan enam atau tujuh titik cahaya.  Tetapi pada teleskop saya, Belantik meluas menjadi sekelompok ratusan bintang yang bercahaya seperti perhiasan.  Bintang-bintang terlihat berwarna kuning, merah, biru dan berbagai macam warna, seperti mahkota kerajaan di istana-istana di Eropa.  Setelah pengalaman ini, saya sangat setuju yang dikatakan pemazmur, “Langit menceritakan kemuliaan Allah” (Mzm. 19:1).  Saat memandang langit melalui teleskop saya, saya menangkap sekilas kebesaran Allah dan bagaimana Dia menyukai hal-hal yang indah.  Bintang-bintang juga menceritakan sifat Allah yang mahabesar, yang tidak terbatas untuk Ayub.  Ketika Ayub ditanya mengapa dia mengalami banyak penderitaan, Allah menunjukkan kepadanya bintang-bintang.  “Dapatkah engkau memberkas ikatan bintang Kartika, dan membuka belenggu bintang Belantik ? Dapatkah Engkau menerbitkan Mintakulburuj pada waktunya, dan memimpin bintang Biduk dengan pengiring pengiringnya ? (Ayb. 38:31-33).

Ayat kita hari ini berbicara tentang sebagian kegelapan yang turun menutupi bintang-bintang dan benda-benda langit lainnya.  Dalam arti rohani, ini menyoroti suatu masa dalam sejarah saat peristiwa-peristiwa melenyapkan pengetahuan yang sejati tentang Allah.  Seperti halnya sukar untuk membayangkan dunia di mana kita tidak bisa menyaksiakan bintang-bintang lagi, penulis Wahyu dirisaukan oleh pemikiran tentang dunia di mana terang rohani Allah tidak tampak lagi.

Dalam konteks ayat ini kita menemukan Allah yang  terkadang menyembunyikan diri-Nya.  Ketika kita tidak mengaggap serius kehadiran-Nya, ketika tidak mengacuhkan berkat-berkat berlimpah yang Dia berikan bagi kita semua, Dia terkadang menghilangkan diri-Nya dari pandangan kita untuk sesaat.  Dia berharap bahwa kita akan mengingat apa yang telah hilang dan akhirnya menginginkan untuk berjalan kembali bersama-Nya.

Tuhan, jangan sembunyikan diri-Mu dari aku.  Biarlah kemuliaanmu selalu menyelimuti aku.  Aku ingin melihat Engkau sebagai Tuhan.

Selasa, 11 Juni 2013

Renungan Pagi, Selasa 11 Juni 2013

“Lalu melaikat yang keempat meniup sangkakalanya dan TERPUKULLAH SEPERTIGA DARI MATAHARI DAN SEPERTIGA DARI BULAN DAN SEPERTIGA DARI BINTANG-BINTANG, sehingga sepertiga dari padanya menjadi gelap dan sepertiga dari siang hari tidak terang dan demikian juga malam hari” (Wahyu 8:12).

Malam itu seperti biasa saya dalam perjalanan pulang kerumah.  Ketika saya tiba di tikungan dan memasuki jalan lurus yang menuju ke rumah saya, saya melihat satu pemandangan aneh.  Bulan di langit terlihat penuh di atas kaki langit di depan saya, tetapi tampak seperti seseorang baru saja mengambil satu gigitan besar di sebelah kirinya.

“Mungkinkah itu bulan tiga perempat [saat bulan mulai menyusut setelah fase penuh]?” tanya saya pada istri saya yang ada di mobil bersama saya.  “Kurasa bukan,” katanya. “Aku belum pernah melihat yang seperti ini sebelumnya.”  Tidak terpengaruh oleh pendapatnya, saya terus berpikir apakah bulan tiga perempat tampak seperti bulan sabit terbalik, atau apakah bentuknya seperti “bekas digigit” seperti yang saya lihat malam itu.  Sepanjang jalan saya bertanya-tanya dalam hati.  Tetapi sesampainya di rumah, saya melupakannya, sampai 30 menit kemudian saya tiba-tiba teringat lagi pada bulan itu.

“Hei anak-anak!” saya memanggil anak-anak saya yang remaja.  “Kalian harus melihat keluar jendela.  Bulan terlihat seperti tergigit!” Mereka mengikuti saya keluar dari ruang tamu untuk melihat melalui pohon di halaman rumah kami.  Tetapi saya tidak siap dengan apa yang saya lihat kemudian.   Bulan tidak lagi terlihat seperti tergigit.  Yang saya lihat sekarang adalah bulan yang tinggal setengah.  [“Apanya yang istimewa Ayah?”] Apakah bulan dapat berubah bentuk dalam setengah jam ? Saya menggali semua pengetahuan ilmu alam yang ada di kepala saya dan tidak mendapatkan jawabannya.  Kemudian saya memperhatikan bahwa bagian bulan yang gelap berwarna merah redup, melengkapi lingkaran yang penuh.

“Saya tahu!” saya tiba-tiba berteriak.  “Pasti sedang terjadi gerhana bulan.”  Bumi bergerak tepat di antara matahari dan bulan, dan bayangan bumi bergerak melalui bulan.”  Saya melanjutkan melihat sampai bagian putih bulan benar-benar hilang, meninggalkan lingkaran merah yang redup.

Penjelasan paling baik tentang Wahyu 8:12 adalah mungkin sebuah gambar yang di lukis dari gerhana matarahi dan bulan yang pasti diketahui luas pada masa kuno.  Matahari, bulan, dan bintang-bintang melambangkan Firman Allah (Mzm. 16; 119:105), umat Allah (Dan. 12:3), dan hal-hal yang di surga (Dan. 8:10) dalam Perjanjian Lama.  Penolakan terhadap Firman Allah dan jalan-jalan-Nya menghasilkan kegelapan rohani.  Tetapi kegelapan di sini hanya sebagian.  Kita masih memiliki waktu untuk bertobat.

Tuhan, aku ingin hidup dalam cahaya Firman-Mu dan Jalan-Mu.  Tuntun aku agar tidak membuat keputusan-keputusan yang membawa ke dalam kegelapan rohani.

Senin, 10 Juni 2013

Renungan Pagi, Senin 10 Juni 2013

“LALU MALAIKAT YANG KETIGA MENIUP SANGKAKALANYA DAN JATUHLAH DARI LANGIT SEBUAH BINTANG BESAR, MENYALA-NYALA SEPERTI OBOR, DAN IA MENIMPA SEPERTIGA DARI SUNGAI-SUNGAI DAN MATA-MATA AIR.  NAMA BINTANG ITU IALAH APSINTUS.  DAN SEPERTIGA DARI SEMUA AIR MENJADI APSINTUS, DAN BANYAK ORANG MATI KARENA AIR ITU, SEBAB SUDAH MENJADI PAHIT’” (Wahyu 8:10, 11).

Bahasa dari sangkakala ini menggemakan Perjanjian Lama.  Misalnya jatuhnya bintang mengingatkan tentang Lusifer jatuh dari surga di dalam Yesaya 14.  Lusifer, yang mengklaim ingin menjadi seperti Allah, diusir dari surga seperti bintang jatuh dari langit (Why. 8:10).  Kitab Suci sering mengaitkan obor, atau pelita, dengan Firman Allah (Mzm. 119:105); Ams. 6:23).  Namun di sini Yohanes mengaitkan itu dengan sebuah bintang jatuh, jadi itu melambangkan lawan dari kebenaran.  Dengan demikian, kejatuhan itu mewakili kemunduran rohani (Why. 2:5; Ibr. 4:11).  Bintang jatuh itu bersinar seperti Firman Allah, tetapi bukan yang sebenarnya.  Gambaran-gambaran ini sesuai dalam ayat hari ini.  Sungai dan mata air melambangkan minuman rohani.  Sama seperti kita membutuhkan air untuk hidup, demikian juga kita membutuhkan minuman rohani (Roh Kudus-Yoh. 7:37-39; Mzm. 1:3) agar iman kita tetap hidup.

Namun demikian, saat bintang jatuh itu menimpa sungai-sungai dan mata-mata air, hal itu membuat air menjadi pahit.  Orang-orang mencari pemenuhan dari Roh dan kebenaran, tetapi malah sebaliknya, teracuni oleh air yang telah menjadi pahit.  Dalam Perjanjian Lama, apsintus dan kepahitan merupakan symbol yang tetap karena kemurtadan dan penyembahan berhala (Ul. 29:17,18).  Karena air kebenaran telah diracuni, hal yang seharusnya menjadi kehidupan yang menjanjikan berubah menjadi sumber kematian.  Air yang pahit tidak dapat menopang kehidupan (Rat. 3:15,19; Kel. 15:23).

Sangat menjengkelkan ketika membeli program komputer yang mencakup petunjuk penggunannya yang penuh dengan informasi campur aduk.  Petunjuk penggunaan itu mengatakan, “Jika Anda ingin mengerjakan ini, lakukan ini dan ini.”  Tetapi saat Anda melakukan apa yang diperintahkan petunjuk itu, tidak terjadi apa-apa atau komputer menjadi rusak..

Nah, mudah-mudahan itu tidak Anda alami.  Tetapi dalam dunia rohani, hal itu masih sering terjadi.  Orang-orang dihadapkan pada segala jenis informasi palsu mengenai Allah dan kehidupan rohani.  Saat mereka memercayainya, “program computer” rohani mereka mulai tak berfungsi, dan akibatnya sungguh berat.

Tuhan, tolong aku untuk lebih serius dengan apa yang aku yakini.  Aku tidak ingin memiliki iman yang biasa-biasa saja—aku menginginkan iman yang akan bertahan apa pun juga yang terjadi.
percaya kepada-Mu.

Minggu, 09 Juni 2013

Renungan Pagi, Minggu 9 Juni 2013

“Lalu malaikat yang kedua meniup sangkakalanya dan ada sesuatu SEPERTI GUNUNG BESAR, YANG MENYALA-NYALA OLEH API, DILEMPARKAN KE DALAM LAUT, DAN SEPERTIGA DARI LAUT ITU MENJADI DARAH, dan matilah sepertiga dari segala makhluk yang bernyawa di dalam laut dan binasalah sepertiga dari semua kapal” (Wahyu 8:8,9).

Fakta bahwa air berubah menjadi darah mengingatkan kita pada tulah pertama dalam Keluaran (Kel. 7:19-21).  Mengubah Sungai Nil menjadi darah akan menghancurkan kenyamanan dan perekonomian Mesir dalam sekejap.  Kehidupan Mesir zaman dulu maupun sekarang adalah Sungai Nil.

Jika Anda pernah mengunjungi Mesir, Anda akan tahu bahwa negeri itu adalah negeri yang subur dan produktif di sepanjang tepian Sungai Nil, tetapi beberapa mil jauhnya dari sungai tersebut Anda akan mendapati tanah yang paling kering dan tandus.  Setiap kali saya berkesempatan untuk mengunjungi padang-padang pasir Mesir, saya harus minum air beberapa liter sekembalinya dari Nil atau akan sakit kepala yang parah!

Ayat kita hari ini berisikan kutipan yang jelas tentang penghakiman Allah terhadap Babel purba, “Sesungguhnya, Aku menjadi lawanmu, hai gunung pemusnah, demikianlah Firman Tuhan, yang memusnahkan seluruh bumi!  Aku akan mengacungkan tangan-Ku kepadamu, menggulingkan engkau dari bukit batu, dan membuat engkau menjadi gunung api yang telah padam” (Yer. 51:25).  Dalam Yeremia 51, Allah mengumumkan penghakiman atas Babel di karenakan dia telah menindas umat Allah.  Jadi sangkakala kedua memadukan elemen-elemen penghakiman zaman Perjanjian Lama kepada Mesir dan Babel.  Yang menarik adalah kedua negeri ini, dulu maupun sekarang, bertanah datar, kering, serta bergantung pada sungai-sungai besar yang melalui negeri itu.

Tetapi seandainya Babel berlokasi di sebuah lembah sungai yang datar, mengapa ayat ini berbicara tentang sebuah gunung ? Itu adalah referensi simbolik.  Daniel 2 menggambarkan kerajaan Allah dengan istilah gunung yang besar.  Jadi gambaran Yeremia menyatakan bahwa Babel adalah lawan besar terhadap kerajaan Allah yang sejati.  Sangkakala menjanjikan bahwa Allah akan menghancurkan lawan itu di “perairannya” sendiri.

Penghakiman simbolik yang diwakili oleh sangkakala yang kedua mungkin mencerminkan dengan baik keruntuhan Kekaisaran Romawi, suatu peristiwa yang akan terjadi masa depan pada saat Yohanes menulis Kitab Wahyu.  Dari sudut pandang para pembaca pertama, kekaisaran itu tampaknya tak terkalahkan.  Tetapi penglihatan menyakinkan nabi ini bahwa Allah menandai tingkah laku penindas di bumi ini, dan Dia bertindak dalam waktu yang tepat.

Tuhan, yakinkan aku bahwa segala sesuatunya tetap berada dalam kendali-Mu.  Semoga aku tetap sabar menantikan campur tangan-Mu.