Selasa, 23 April 2013

Renungan Pagi, Selasa 23 April 2013



“Dan mereka menyanyikan suatu nyanyian baru….KARENA ENGKAU TELAH DISEMBELIH DAN DENGAN DARAHMU ENGKAU TELAH MEMBELI MEREKA BAGI ALLAH DARI TIAP-TIAP SUKU DAN BAHASA DAN KAUM DAN BANGSADan Engkau telah membuat mereka menjadi suatu kerajaan, dan menjadi imam-imam bagi Allah kita, dan mereka akan memerintah sebagai raja di bumi” (Wahyu 5:9,10).



Staf medis memberitahu pendeta bahwa kunjungannya akan menjadi kunjungan yang berat.  Bayi pasangan muda itu baru saja lahir dalam kondisi meninggal.  Pendeta itu tiba di lantai ketiga dan melihat kerumunan orang banyak tertawa-tawa di bangsal.  Perawat memberitaukan nomor kamar, dan dia menyelinap  di antara kerumunan orang banyak dan memasuki sebuah tempat tidur  dia melihat sang ibu muda dan cantik berambut pirang dan mata bersorot lelah. “Halo,” kata pendeta itu dengan lemah.  Kata-kata itu tidak pernah banyak artinya pada saat-saat seperti itu. “Saya pendeta.”



Keputusasaan tampak di mata ibu itu, dan jelas dia menahan rasa sakti, namun agak mengantuk, seakan-akan telah diberi obat penenang.  Dia sedang menggendong bayi yang sudah tak bernyawa itu.  Sebelum pendeta bisa bicara, dia menyodorkan bayi itu kepadanya.  Bayi perempuan kecil itu dibungkus dengan selimut putih, wajahnya seperti masih hidup, badannya lemas.  Bila memandang bayi itu, sepertinya dia hanya tertidur saja.  Ayahnya duduk lemas di kursi, memandang ke luar jendela. Dia syok, tidak sanggup berkomunikasi.  Sang nenek duduk di sebelah si ibu, terisak-isak tanpa henti.



Pendeta berdiri di sana, masih menggendong bayi kecil yang sudah tak bernyawa itu.  Tolonglah aku, Tuhan; tolong aku, dia berdoa dalam hati, dengan lembut menimang mimpi pasangan yang telah sirna itu.  Pendeta berpikir bahwa sebuah kamar di rumah mereka pasti telah didekorasi sedemikian rupa, padahal penghuninya yang tidak akan datang.  Berapa kalikah pasangan ini telah berbincang dengan bahagia tentang anak mereka ? Berapa banyak hadiah, ucapan selamat, rencana dan impian yang telah mereka buat untuk kelahiran anak itu ?



Kedua orangtua bayi yang meninggal itu pasti melakukan apa pun supaya bayi mereka tidak mati.  Mereka bahkan rela menyerahkan nyawa sebagai gantinya untuk menyelamatkan anak itu.  Itulah yang Yesus lakukan ketika Dia memutuskan untuk menyerahkan hidup-Nya daripada melihat kita mati.  Yesus mempunyai pilihan antara hidup yang kekal bagi diri-Nya tanpa kita, atau menyerahkan hidup-Nya dan menyelamatkan kita.  Yesus tidak dapat hidup tanpa kita, Anda dan saya.  Itulah besarnya kasih Yesus bagi kita.



Tuhan, terima kaish Karena telah mengasihi aku sehingga Engkau mati untuk aku.  Aku ingin merasakan pengaruh yang luar biasa dari pengorbanan itu hari ini dalam hidupku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar