Selasa, 16 April 2013

Renungan Pagi, Selasa 16 April 2013


“Maka aku melihat di tangan kanan Dia yang duduk di atas takhta itu, sebuah gulungan kitab, yang ditulisi sebelah dalam dan sebelah luarnya dan dimeterai dengan tujuh meterai.  Dan aku melihat seorang malaikat yang gagah, yang berseru dengan suara nyaring, katanya : SIAPAKAH YANG LAYAK MEMBUKA GULUNGAN KITAB ITU dan membuka meterai –meterainya ?’ TETAPI TIDAK SEORANG PUN DI SORGA ATAU DI BUMI ATAU YANG DI BAWAH BUMI, YANG DAPAT MEMBUKA GULUNGAN KITAB ITU atau yang dapat melihat sebelah dalamnya.  Maka menangislah aku dengan amat sedihnya, karena TIDAK ADA SEORANG PUN YANG DIANGGAP LAYAK UNTUK…MELIHAT SEBELAH DALAMNYA” (Wahyu 5:1-4).

Latar Wahyu pasal 5 dibangun dari pasal sebelumnya.  Wahyu 4 menggambarkan kenyataan umum ruang takhta surgawi.  Takhta itu terletak ditengah-tengah ruangan, dan segala sesuatu terjadi berkaitan dengan taktha itu.  Hal utama yang berlangsung adalah penyembahan.  Berulang kali dalam kedua pasal ini, keempat makhluk menyanyi dan semakin banyak penyembah berpadu.  Namun ada perbedaan besar antara pasal 4 dan 5.  Sementara pasal 4 menggambarkan kenyataan umum ruang takhta surgawi, pasal 5 melukiskan waktu yang spesifik.  Suatu krisis terjadi di ruang takhta alam semesta.  Tiba-tiba pujian pemnyembahan terhenti, dan semua menatap ke tengah-tengah ruangan dengan hening, lalu bertanya, “Apakah yang terjadi?”

Apakah masalahnya ? Mereka melihat sebuah gulungan kitab yang tidak dapat dibuka siapa pun juga. Walaupun pada mulanya ini seperti perkara remeh, keheningan di surga serta Yohanes yang sedih menangis menyatakan ini adalah krisis antara hidup dan mati.  Harus ditemukan seseorang yang dapat membuka gulungan kitab itu.  Semakin memperberat drama ini adalah fakta bahwa gulungan kitab adalah milik Allah sendiri, Dia yang duduk di atas taktha.  Tidak bisakah Allah sendiri yang membukanya ?

Inti adegan ini adalah alam semesta menghadapi masalah besar, begitu besar sehingga Allah sendiri engganmenanganinya.  Alah tentu saja berkuasa mengambil alih kendali seandainya Dia menginginkannya.  Tetapi itu tidak berarti Dia berhak.  Jadi pada akhirnya, hanya Seorang yang “layak” yang bisa menyelesaikan permasalahan itu.

Kata “layak” sebenarnya berasal dari Wahyu 4:11, “Ya Tuhan dan Allah kami, Engkau layak menerima pujia-pujian dan hormat dan kuasa; sebab Engkau telah menciptakan segala sesuatu…”  Layak berarti pantas atau cocok untuk suatu tugas.  Disini tugasnya adalah membuka gulungan kitab.  Menjadi Allah saja tidak cukup. Permasalahan untuk membuka gulungan kitab itu adalah menuntun kualifikasi khusus. Hanya kematian Anak Domba yang membuat-Nya pantas membuka gulungan kitab itu.

Terima kasih Yesus, atas jalan sengsara yang membuat Engkau layak untuk tugas terbesar ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar