“Maka datanglah seorang malaikat lain, dan ia pergi
berdiri dekat mezbah dengan sebuah pedupaan emas. Dan kepadanya diberikan banyak KEMENYAN untuk
dipersembahkannya bersama-sama dengan doa semua orang kudus di atas MEZBAH EMAS
di hadapan takhta itu” (Wahyu 8:3,4).
Seorang pendeta yang sedang berlibur menyewa perahu layar
di lautan Karibia. Dia dan keluarganya
sangat menikmati perpaduan teriknya matahari dengan sejuknya tiupan angin
laut. Itu adalah istirahat yang sangat
menyenangkan dari tekanan pekerjaan sehari-hari. Lalu mereka mendaratkan perahu mereka di
sebuah pulau kecil berpasir dengan pohon-pohon palem. Tidak lama kemudian, ada pasangan yang
melabuhkan perahu yacht besar ber-AC bergabung dengan mereka beberapa meter
jauhnya. Setelah berkenalan, sang pendeta
menyinggung sedikit tentang pekerjaannya.
Namun walaupun jelas-jelas pasangan tersebut adalah orang sekular,
tampaknya mereka tidak merasa terganggu.
Malah, mereka mengundang sang pendeta dan keluarganya makan malam
bersama mereka di atas yacht. Sang
pendeta mencari kesempatan baik untuk menyaksikan perbedaan yang bisa dibuat
Yesus dalam kehidupan ini, bahkan bagi mereka yang kelihatannya memiliki
segalanya. Tetapi dia tidak pernah
memperolehnya. Tidak lama kemudian
matahari pun terbenam, dan dia sadar bahwa dia harus kembali ke perahu layarnya
dan pulang ke resor sebelum hari gelap.
Keluarga itu mengucapkan selamat berpisah pada pasangan
itu dan menuruni tangga ke perahu layar yang ditambatkan disamping yacht. Setelah istri dan anak-anaknya turun ke
perahu layar, pendeta itu pun berjalan menuju ke tangga. Tepat pada saat itu salah seorang dari
pasangan itu mencondongkan tubuh melewati pagar pembatas, menatap ke bawah
kepadanya dan bertanya, “Apa artinya
menjadi seorang Kristen?” Pendeta itu mengadah, sadar bahwa dia tidak boleh
buang-buang waktu untuk segera menjawab!
“Agama artinya perbuatan,”jawabnya. “Kekristenan berarti sudah diperbuat. Iman Kristen bukan membicarakan apa yang kita
lakukan bagi Allah, tapi apa yang Allah telah lakukan bagi kita.” Karena saliblah maka umat manusia diterima
Allah. Manusia dapat menemukan arti dan
tujuan kehidupan ini, karena Allah telah bertindak membuat semuanya mungkin
terjadi.
Itulah arti dari kemenyan di atas mezbah. Kemenyan berasal dari mezbah korban bakaran. Korbanlah yang membuat kemenyan
diperlukan. Salib adalah dasar dari
segala sesuatu yang Allah lakukan kepada umat-Nya. Karena semua yang telah terjadi di kayu
salib, Yesus menyediakan pengampunan.
Dalam kebiasaan sehari-hari pada zaman Perjanjian Lama, dupa senantiasa
menaungi tempat itu, menutupi umat dari
dosa-dosa mereka. Saat kita kehilangan
kemuliaan Allah, “dupa” yaitu kebenaran Kristus juga menudungi kehidupan kita.
“Tuhan, terima kasih atas penerimaan-Mu yang sempurna
bagi diriku hari ini di dalam Kristus.
Semoga aku merasakan kebenaran-Mu".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar